lagabet88

2024-10-09 21:40:18  Source:lagabet88   

lagabet88,neptune domino,lagabet88

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi: Capim dan Dewas KPK Minus Integritas
Alvin Nicola menyampaikan paparannya(MI/Ficky Ramadhan)

 

KOALISI Masyarakat Sipil Anti Korupsi menilai bahwa 10 nama Calon Pimpinan (Capim) dan Calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang diloloskan oleh Panitia Seleksi (Pansel) KPK 2024 jauh dari mimpi pemberantasan korupsi.

10 nama yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo itu nantinya akan menjalani fit and proper test (FPT) di hadapan Komisi III DPR RI. Namun dengan nama-nama pilihan pansel yang memiliki rekam jejak buruk ini, Koalisi menilai jelas Presiden akan menjadikan ajang ini sebagai instrumen politik.

Baca juga : KPK Soroti Pansel yang Buat Proses Wawancara Capim Tertutup

"Dengan keluarnya 10 nama ini, jelas terbukti bahwa Pansel pun tidak mengerti akar persoalan KPK hari ini. Masalah fundamental seperti kapasitas, integritas, independensi politik, dan rekam jejak tidak boleh ada cacat sedikit pun," kata Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola dalam diskusi yang digelar Koalisi masyarakat sipil Antikorupsi, di Jakarta, Minggu (6/10).

"Tetapi, tidak satu pun dari seluruh nama pilihan pansel memiliki rekam jejak baik dalam pemberantasan korupsi. Situasi ini justru berpotensi untuk menambah bencana pemberantasan korupsi ke depan," sambungnya.

Misalnya Johanis Tanak, yang masih diloloskan meski pernah berurusan dengan Dewas KPK. Tanak merupakan Wakil Ketua KPK periode saat ini. Pada 2023, Tanak dilaporkan ke Dewas KPK karena telah menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK, yakni Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Idris Froyote Sihite.

Baca juga : Pansel Serahkan Nama-nama Capim dan Dewas KPK ke Jokowi Hari Ini

Namun, Dewas KPK menyatakan Tanak tak terbukti melanggar kode etik. Namun salah satu Dewas KPK, Albertina Ho, menyatakan pandangan berbeda (dissenting) dan hakulyakin Tanak melanggar etik sebab tidak memberitahukan unsur pimpinan lainnya telah berkomunikasi pihak berperkara.

Kemudian, nama lain yang muncul adalah Ibnu Basuki Widodo, yang saat ini masih menjabat sebagai Hakim Pemilah Perkara Pidana Khusus Mahkamah Agung/Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ibnu pernah memvonis bebas terdakwa korupsi dalam kasus pengadaan alat laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama tahun 2010 serta melarang peliputan jurnalis dalam siaran langsung persidangan kasus megakorupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto.

"Selain Johanis Tanak, Ibnu Basuki, sepuluh nama capim lainnya yang kami anggap tidak bersih, di antaranya Fitroh Rohcayanto dari Kejaksaan Agung, dalam seleksi wawancara, Fitroh meyakini bahwa kemunduran KPK bukan karena Revisi Undang-Undang KPK melainkan perilaku yang menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat. Kemudian, Djoko Poerwanto, Kapolda Kalimantan Tengah yang dalam seleksi wawancara tidak mengetahui apakah istrinya menjadi komisaris di PT MSK," ujarnya.

Baca juga : Prabowo Diminta Kembalikan KPK ke Jalan yang Benar

Selain calon pimpinan KPK, Alvin menuturkan, penentuan Calon Dewas yang lolos di 10 besar juga menjadi bagian dari skenario buruk untuk memperlemah lembaga antirasuah yang sejatinya sudah lemah.

Ia menilai, para kandidat yang lolos sebagai calon dewan pengawas tersebut mempunyai rekam jejak yang bermasalah. Misalnya seperti, ada yang tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan.

"Selain nir integritas, calon dewan pengawas juga mempunyai rekam jejak yang mempunyai kedekatan dengan pihak-pihak tertentu yang berpotensi pada adanya konflik kepentingan dan pernah memberikan vonis ringan terhadap pelaku korupsi saat masih menjadi penegak hukum," tuturnya.

Oleh karena itu, Koalisi meminta kepada Presiden bahwa proses seleksi Capim dan Calon Dewas KPK periode 2024-2029 harus berdasarkan pada kebutuhan rakyat Indonesia dan pembenahan di internal KPK. Selain itu, dipastikan juga para calon pimpinan dan dewan pengawas KPK bebas dari intervensi dan kepentingan politik manapun. 

"Seharusnya yang dipilih memiliki kapasitas yang mampu membenahi persoalan internal KPK, berdiri di atas kaki kepentingan pemberantasan korupsi, dan tidak ada cacat dalam rekam jejak," ucapnya. (Fik/M-4)



Read more